Pajak dibebankan kepada seluruh rakyat, namun penggunaannya tak jelas.
Indonesia boleh bangga sebagai negara yang mempunyai kekayaan alam cukup besar. Di daratan maupun, potensi sumberdaya alam dari tambang, potensi hasil pertanian dan perikanan laksana ’surga dunia’. Apalagi posisi Indonesia sangat strategis. Letaknya di antara dua benua dan dua samudera.
Dengan seluruh potensi yang ada itu, Indonesia harusnya menjadi negara yang sangat kaya. Sayangnya kekayaan sumber daya alam itu tak menjadikan Indonesia sebagai negara besar. Sebaliknya bangsa Indonesia menghadapi masalah besar yaitu kemiskinan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlahnya mencapai 18,5 juta rumah tangga miskin (RTM). Kalkulasinya, jika setiap RTM ada empat orang jiwa (bapak, ibu dan dua orang anak), maka total penduduk miskin Indonesia mencapai 74 juta jiwa. Artinya hampir 30 persen penduduk Indonesia berada dalam garis kemiskinan.
Padahal perhitungan angka garis kemiskinan itu berdasarkan pendapatan sekitar Rp 160 ribu/bulan. Bagaimana jika angka garis kemiskinan itu dinaikkan menjadi Rp 300 ribu/bulan? Jawabnya sudah pasti jumlah RTM bakal makin melonjak. Sungguh fakta yang sangat ironis.
Lebih ironisnya lagi, untuk menjalankan pemerintahan, bangsa Indonesia justru mengandalkan anggaran dari pajak. Lihat saja, dalam APBN 2010, pemerintah menargetkan pendapatan negara sebesar Rp 949,7 trilyun naik sebanyak Rp 38,2 trilyun dari usul RAPBN 2010 Rp 911,5 trilyun. Perubahan tersebut lantaran berubahnya asumsi pertumbuhan ekonomi dari 5 persen dalam RAPBN 2010 menjadi 5,5 persen.
Jumlah pendapatan itu berasal dari penerimaan perpajakan sebanyak Rp742,7 trilyun naik Rp 13,6 trilyun dari RAPBN 2010 sebesar Rp 729,2 trilyun. Sedangkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebanyak Rp 205,4 trilyun dan penerimaan dari hibah sebanyak Rp1.506,8 miliar. Artinya hampir 70 persen sumber APBN berasal dari pajak.
Pajak-pajak tersebut berasal dari pajak penghasilan (PPh Non Migas dan PPh Migas), Pajak pertambahan nilai, pajak bumi dan bangunan, BPHTB, pajak lainnya dan cukai. Selain itu juga pajak dari perdagangan internasional yaitu bea masuk dan bea keluar.
Semua Kena Pajak
Konsekuensi dari target APBN yang mengandalkan pajak membuat segala aktifitas akan terkena pajak. Dampaknya membuat ekonomi biaya tinggi. Bagi kalangan pengusaha yang produknya terkena pajak tidak akan mau repot. Mereka akan membebankan tambahan biaya tersebut ke dalam harga produk yang dijualnya. Pada akhirnya, pajak kini menjadi komponen harga dalam sebuah produk dan jasa. Akibatnya semua beban pajak akan lari dan ditanggung rakyat.
Sayangnya penerimaan pajak yang sangat besar itu tak pernah jelas arahnya. Padahal pemerintah harusnya bisa memanfaatkan penerimaan pajak yang sangat besar itu untuk membayar utang dan menggerakkan perekonomian rakyat.
Yang terjadi justru penerimaan pajak yang sangat besar itu untuk memberikan stimulus pada pengusaha besar. Kasus paling hangat adalah ketika Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memberikan likuiditas Rp 6,7 trilyun untuk Bank Century. Bahkan yang membuat geger rakyat adalah ketika terungkap seorang pegawai pajak bernama Gayus bisa mengemplang dana pajak hingga Rp 28 milyar. Padahal banyak kasus penggelapan pajak yang tak pernah terungkap.
Terlihat bagaimana rasa ketidakadilan makin nyata. Di satu sisi pemerintah terus menggenjot penerimaan pajak, tapi penggunaan penerimaan negara itu justru untuk menstimulus pengusaha besar. Di sisi lain pemerintah justru memangkas anggaran subsidi untuk rakyat.
Dalam RAPBN 2010, pemerintah hanya mengalokasi anggaran subsidi pada 2010 sebesar Rp 144,4 trilyun. Jumlah itu lebih rendah dari subsidi APBN-P 2009 sebanyak Rp157,727 trilyun. Penurunan subsidi itu untuk pangan dari Rp 12,987 trilyun pada APBNP 2009 menjadi Rp 11,84 trilyun, dan subsidi pupuk turun dari Rp 18,43 trilyun (APBNP 2009) menjadi Rp 11,29 trilyun.
Peningkatan pendapatan negara dari pajak dan penghapusan berbagai subsidi merupakan dampak dari kebijakan ekonomi kapitalis yang meminimalisasikan peran negara dalam perekonomian. Akibatnya kesejahteraan rakyat diserahkan pada mekanisme pasar dan swasta. Pajak kini sebagai sumber utama pendapatan negara. Negeri kaya yang hidup dari pajak. [] Ijul’28
No comments:
Post a Comment