Thursday, February 10

Runtuhnya Ekonomi Kapitalisme

Worldview atau Pandangan hidup seseorang menentukan perilaku dan tindakannya dalam kehidupan. Dalam bidang ekonomi, worldview ekonomi kapitalisme berbeda 180 derajat dengan ekonomi Islam. Perjalanan sejarah ekonomi kapitalisme dipenuhi dengan kegagalan-kegagalan teori.  Adam Smith melahirkan paham ekonomi liberal yang meyakini bahwa kebebasan dalam berkompetisi merupakan faktor pendukung dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Menurutnya, pasar akan diatur oleh tangan-tangan yang tidak terlihat (invisible hand).
Meski teori Laissez Faire Smith menguasai Eropa selama 150 tahun, paham kebebasan pasar akhirnya menemui ajalnya pada akhir 1929. The Great Depression yang terjadi pada saat itu membelalakkan mata ekonom kapitalis. Inflasi yang melanda Jerman dan sejumlah negara Eropa meningkatkan angka pengangguran.
Krisis ekonomi pada 1929 menggusur teori Laissez Faire dan melahirkan teori baru yang disampaikan John Maynard Keynes. Melalui bukunya yang berjudul, The General Theory of Employment Interest and Money, Keynes menguliti kelemahan-kelemahan teori Adam Smith. Menurutnya, negara harus turut campur secara langsung guna menyelamatkan keterpurukan ekonomi. Keynes mengatakan Intervensi pemerintah sangat diperlukan dalam kehidupan ekonomi sebagai langkah politis dalam mewujudkan stabilitas kegiatan ekonomi.
Ajaran ini bertolak belakang dengan teori Smith yang menghilangkan intervensi pemerintah dalam kehidupan ekonomi. Meski resep Keynesian sempat manjur, namun hal itu tidak bertahan lama. Pascaperang Dunia II, teori Keynes runtuh, karena pada saat itu bangkit neo-liberalisme. Sekelompok pengikut setia paham Smith mencoba membangkitkan kembali paham liberal. Salah satunya adalah digaungkan mantan PM Inggris Margareth Thatcher dan mantan Presiden AS Ronald Raegan.
Mengapa ekonomi kapitalisme mengalami kegagalan?
Di negara-negara barat, sistem ekonomi sebenarnya merupakan sistem yang relatif muda, karena baru mulai dipelajari pada akhir abad ke-18, yaitu tahun 1776. Pada saat itu diterbitkan buku Adam Smith yang berjudul The Wealth of Nations. Menurut Smith, negara tidak perlu repot, tidak perlu ikut campur tangan dalam urusan ekonomi. Mekanisme pasar bebas akan dapat menyelesaikan semuanya.
Sejarah telah mencatat, apa yang dikatakan Smith memang bukan pepesan kosong. Ekonomi negara-negara Barat selama periode 150-an tahun telah mencatat pertumbuhan ekonomi sangat pesat, yang diiringi dengan tingkat harga-harga yang bergerak relatif stabil. Sistem ekonomi model ini kemudian dikenal dengan sistem ekonomi kapitalisme. Namun, Resep Smith dan para penerusnya ternyata harus berakhir dengan malapetaka besar.
Di level kebijakan, neo liberalism mulai menunjukkan eksistensinya pada tahun 1979. Perdana Menteri Inggris Margareth Thatcher dan Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan merupakan tokoh politik yang merevolusikan paham ini, yang kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Para penganut Kapitalisme berpendapat bahwa inti masalah ekonomi adalah masalah produksi. Mereka berpendapat bahwa penyebab kemiskinan adalah kurangnya atau terbatasnya barang dan jasa yang tersedia. Untuk mengatasi problem tersebut, menurut mereka, manusia perlu bekerja keras memproduksi sebanyak-banyaknya alat pemuas kebutuhannya  mereka.
Untuk menghilangkan gap antara kebutuhan dengan ketersediaan sumber daya alam, menurut penganut kapitalisme, manusia harus meningkatkan daya produksi mereka sampai titik masimum. Jika produksi telah maksimum, tentu kebutuhan manusia yang banyak itu akan terpenuhi. Karena itu pula, hitungan angka rata-rata statistik (hitungan kolektif) seperti GDP (Gross Domestic Product) dan GNP (Gross National Product) adalah persoalan penting bagi mereka, tanpa melihat orang per orang, apakah mereka sejahtera atau tidak. Yang diperhatikan adalah jumlah total produksi nasional suatu negara.
Pendapat demikian adalah keliru. Menurut Sistem Ekonomi Islam, inti masalah ekonomi bukanlah kekurangan produksi, melainkan ada pada masalah distribusi. Persoalan ekonomi bukanlah kurangnya sumber daya (resources) yang tersedia, karena sumber daya itu sudah cukup disediakan oleh Allah swt (QS:11:6), tetapi terletak pada cara mendistribusikan sumber daya itu kepada seluruh manusia. Sebab, sebanyak apa pun barang dan jasa yang tersedia, tanpa adanya pola distribusi yang tepat, dan pembatasan konsumsi, tetap akan timbul masalah kekurangan bagi yang lain.
“Allah lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu: dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendakNya, dan Dia telah menundukkan pula bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan pula bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya): dan telah menundukkan bagi malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari nikmat Allah.” (QS14:32-34)
Pada ayat di atas Allah SWT menerangkan bahwa seluruh kebutuhan manusia itu sudah disediakan dengan cukup. Minyak bumi, gas, udara, air, matahari, tumbuh-tumbuhan, hewan, hujan, gunung, lembah, hutan sebagai sumber oksigen, kutub utara dan selatan sebagai penyangga panas, dan lain sebagainya. Jika semuanya didistribusikan secara benar, akan mencukupi seluruh kebutuhan makhluk. Namun, apa yang terjadi? Sebagian besar manusia telah zalim dan rakus, mengambil lebih banyak dari hak mereka yang seharusnya, sehingga yang lain tidak mendapat bagian.
Sistem ekonomi kapitalisme memandang sumber daya alam memiliki kelangkaan. Oleh sebab itu, menurut sistem ekonomi ini, untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, dibenarkan eksplorasi sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Eksplorasi sumber daya alam yang berlangsung tidak mengenal batas, sehingga pada kenyataannya menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah.
Menurut Fritjop Capra, krisis global yang terjadi saat ini dapat dilacak akar masalahnya pada pandangan dunia modern. Pandangan itu berasal dari paradigma mekanistik linier Cartesian Newtonian. Meski paradigma ini telah menghasilkan sains dan teknologi, tapi ia telah mereduksi kompleksitas dan kekayaan kehidupan manusia. Pandangan yang mekanistik inilah yang telah melahirkan pencemaran di udara, air dan tanah yang telah mengancam kehidupan.
Francis Bacon yang menelurkan paham Cartesianisme yang mengajarkan teologi human centerisme, dimana manusia ditempatkan sebagai pusat kehidupan. Hal ini inheren dengan ekonomi kapitalisme yang memberikan ruang begitu besar kepada manusia untuk melakukan apapun di muka bumi, demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
Pemahaman kelangkaan sumber daya alam sangat berbeda dengan ekonomi syariah. Di dalam Islam, wahyu memiliki posisi teratas dalam parameter kebenaran. Meski pada faktanya sumber daya alam itu memang menghadapi kelangkaan, namun ekonomi Islam mengajarkan bahwa Allah SWT adalah Maha Pemberi Rizki.
Di dalam surat Al A`raaf ayat 96 disebutkan, Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.
Dalam ayat di atas, Allah SWT menjelaskan seandainya penduduk negeri merealisasikan Iman dan Takwa, niscaya Allah SWT akan melapangkan kekayaan untuk mereka dan memudahkan mereka mendapatkannya dari segala arah.
Inilah perbedaan fundamental antara ekonomi Islam dengan ekonomi kapitalisme yang tidak akan pernah bertemu. Teori-teori ekonomi kapitalisme mengalami perubahan dari masa ke masa. Hal ini berangkat dari worldview kebenaran yang mereka anut bersifat relatif dan tidak sama antara satu zaman dengan zaman yang lainnya. Setelah Vienna Circle (1929), kalangan ilmuwan sepakat untuk menolak intervensi nilai-nilai agama dalam kehidupan mereka, termasuk dalam bidang ekonomi. Mereka menuhankan logika empirik yang menghasilkan positive economics. (*)

Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment

Advertisements